Rabu, 21 Juli 2010

Antara Irfendi dan Alis?

Oleh : Husni Kamil Manik
Tulisan H.Adi Bermasa pada kolom Refleksi Harian Haluan, Senin, 19 Juli 2010 berjudul “Siapa Pemimpin Limapuluh Kota?” menarik untuk dilengkapi. Isi tulisan tersebut telah mengungkap potensi Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) Kabupaten Limapuluh Kota, serta succes story yang telah terjadi di masa lalu. Dan pada akhir tulisan tersebut mengungkap tanya siapa sosok pemimpinan Kabupaten Limapuluh Kota tahun 2010-2015?
Pertanyaan ini pada waktunya akan dijawab oleh rakyat. Karena rakyatlah penentu pemimpin dalam sistem demokrasi. Apalagi, pada pemungutan suara tahap I tanggal 30 Juni 2010 tidak ada pasangan calon yang mencapai persentasi perolehan suara 30 persen.
Berdasarkan ketentuan pasal 107 ayat 4 Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menyebutkan apabila tidak ada yang mencapai 30 persen, maka dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti pemenang pertama dan pemenang kedua.
Hasil rekapitulasi penghitungan suara KPU Kabupaten Limapuluh Kota tanggal 6 Juli 2010. Pasangan calon Irfendi Arbi-Zadri Hamzah meraih suara terbanyak, hanya memperoleh 43.471 suara atau 28,59 persen. Disusul pasangan Alis Marajo-Asyrwan Yunus memperoleh 37.243 suara (24,49 persen), pasangan Rifayendi-Syafrijalinus memperoleh 23.912 suara (15,73 persen), pasangan Ekos Albar-Adib Mastur memperoleh 16.161 suara (10,63 persen), pasangan Endrijon Dt. Junjungan-Usni Amri 13.317 suara (8,76 persen), Eka Kurniawan Sago Indra-Arfi Bastian Kamil memperoleh 9.702 suara (6,38 persen), pasangan Zahirman Zabir-Novyan Burano 8.253 suara (5,43 persen).

Dari hasil rekapitulasi tersebut dapat diperoleh kepastian bahwa pemenang pertama adalah Irfendi Arbi-Zadri Hamzah dan pemenang kedua adalah Alis Marajo-Asyrwan Yunus. Apalagi setelah masa tenggang penyampai sanggahan berakhir, tidak satu pun pasangan calon yang mendaftarkan gugatan sengketa hasil kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
Kedua pasangan akan dipilih kembali pada pemungutan suara putaran II, Hari Rabu, 22 September 2010. Untuk menentukan siapa yang akan memangku jabatan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Limapuluh Kota 2010-2015.
Sebelum rakyat kembali menentukan pilihannya, perlu kiranya ada informasi yang menyajikan data kedua sosok calon ini pada pemilihan Bupati Kabupaten Limapuluh Kota. Tanpa mengurangi arti penting peran calon Wakil Bupati masing-masing, dua sosok calon Bupati Kabupaten Limapuluh Kota ini telah “berpacu” berulang kali. Mereka telah tercatat ikut serta dalam Pemilihan tahun 2005. Keduanya tercatat bersama pasangan yang berbeda.
Pilkada 2005, Irfendi (calon Wakil Bupati) berpasangan dengan Amri Dawis (calon Bupati) berhasil menjadi calon terpilih melalui pemungutan suara satu putaran. Sementara Alis (calon Bupati) berpasangan dengan Zagly Bros (calon Wakil Bupati) berada pada posisi ketiga.
Amri-Irfendi memperoleh suara 48.819 (30,59 persen), Ardi-Yusri H.I memperoleh suara 45.862 (28,74 persen), Alis-Zagly Bros memperoleh suara 43.004 (26,95 persen), dan Benny Mukhtar-Manggul A.Malik memperoleh suara 21.890 (13,72 persen).
Persaingan perolehan suara pada Pilkada 2005 selain pasangan Irfendi dan Alis, ada juga pasangan Ardi. Walaupun jumlah suara pasangan Irfendi paling tinggi, tapi hanya mampu tertinggi di 3 kecamatan (Luak, Harau dan Lareh Sago Halaban). Jumlah kemenangan pasangan Irfendi di tingkat kecamatan masih kalah dengan pasangan Alis. Pasangan Alis menjadi pemenang pada 4 kecamatan (Payakumbuh, Pangkalan, Situjuah Limo Nagari, dan Mungka). Sedangkan 6 kecamatan lain (Suliki, Guguak, Kapur IX, Gunuang Omeh, Bukik Barisan, Akabiluru) dimenangkan pasangan Ardi.
Namun jika diperbandingkan keunggulan perolehan suara kecamatan, antara pasangan Irfendi dan Alis pada Pilkada 2005, maka pasangan Alis masih unggul pada 7 kecamatan (Payakumbuh, Pangkan, Situjuah limo Nagari, Mungka, Kapur IX, Gunuang Omeh, dan Akabiluru). Sedangkan pasangan Irfendi unggul pada 6 kecamatan (Luak, Harau, Lareh Sago Halaban, Suliki, Guguak, dan Bukik Barisan).
Peta perolehan suara pasangan Irfendi dan Alis berubah pada Pemilukada 2010. Pasangan Irfendi memperoleh suara tertinggi pada 7 kecamatan (Suliki, Guguak, Luak, Harau, Gunuang Omeh, Lareh Sago Halaban, dan Situjuah Limo Nagari). Pasangan Alis memperoleh suara tertinggi pada 3 kecamatan (Payakumbuh, Mungka, dan Bukik Barisan). Sedangkan 3 kecamatan lain yaitu Pangkalan dan Kapur IX (Rifayendi), Akabiluru (Endrijon).
Dari 3 kecamatan yang dimenangkan pasangan Rifayendi dan Endrijon, pasangan Alis unggul dibanding dengan pasangan Irfendi pada 2 kecamatan (Pangkalan dan Kapur IX). Sedangkan Pasangan Irfendi unggul dibanding dengan pasangan Alis pada 1 kecamatan (Akabiluru). Sehingga total keunggulan Irfendi pada tingkat kecamatan adalah 8, sedangkan pasangan Alis unggul pada 5 kecamatan.
Perolehan suara pasangan Irfendi tahun 2005 sebanyak 48.819 (30,59 persen) menurun menjadi 43.471 suara (28,59 persen) pada tahun 2010. Dan pasangan Alis memperoleh suara tahun 2005 sebanyak 43.004 (26,95 persen) juga menurun menjadi 37.243 suara (24,49 persen) pada tahun 2010.
Kini, pasangan Irfendi dan Alis tinggal berdua. Sebagai sosok yang sama-sama telah memiliki pengalaman sebagai Pimpinan Daerah di Kabupaten Limapuluh Kota, tentu pemungutan suara putaran kedua akan menjadi sangat menarik.
Mereka yang terpilih akan memimpin kembali untuk masa bakti 2010-2015. Sesungguhnya rakyatlah yang menentukan siapa yang akan terpilih. Sehingga diharapkan partisipasi masyarakat dalam memberikan hak pilihnya lebih tinggi dibanding pemungutan suara yang lampau.

Liarnya Isu Partisipasi Pemilih

Oleh : Husni Kamil Manik

Kembali partisipasi pemilih menjadi topik yang hangat dan meluas di masyarakat, pasca pemungutan suara Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat, 30 Juni 2010. Turunnya persentase partisipasi pemilih dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya menjadi penyebab utama. Apalagi jumlah pemilih yang berpartisipasi tidak dominan dari jumlah pemilih secara keseluruhan.
Jumlah pemilih yang hadir pada pemungutan suara sesuai dengan dokumen penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan KPU Sumbar tanggal 12 Juli 2010, adalah 2.111.835 pemilih. Secara persentase, jumlah yang hadir tersebut setara dengan 63,62% dari total jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) 3.319.459 pemilih.
Kehadiran pemilih tersebut bertambah sebanyak 330.317 pemilih, jika dibandingkan dengan jumlah pemilih yang hadir pada Pilkada tahun 2005 sebanyak 1.881.518 pemilih. Walaupun secara persentasi berkurang 0,64% dari persentase partisipasi pemilih Pilkada 2005 sebesar 64,26% dari total jumlah DPT 2.927.904 pemilih.
Tentu fakta ini menimbulkan pertanyaan yang tidak sederhana untuk dijawab.Manakala semua pihak yang berperan pada Pemilu ini, telah memberikan perhatian yang terbaik. Sementara partisipasi pemilih ternyata masih kurang menggembirakan.
Sekedar untuk menyebut beberapa pihak yang telah memberikan perhatian dalam penyelenggaraan Pemilu kali ini, antara lain : fasilitator (Pemda dan DPRD), penyelenggara (KPU dan Panwaslu Prov/Kab/Kota), keamanan (Polri/TNI), peserta (Partai Politik-Pasangan Calon), dan pemilih (warga/rakyat). Dan pihak lain yang teramat banyak jika disebutkan satu per satu.
Partisipasi pemilih merupakan perwujudan dari penggunaan hak pilih rakyat. Sehingga wajar menjadi perhatian khusus. Karena sesungguhnya penyelenggaraan Pemilu diperuntukkan bagi pemilih agar dapat menyerahkan kedaulatan/kekuasaan yang dimilikinya kepada calon Kepala Daerah. Sementara peran pihak lain, pada dasarnya sebesar-besarnya untuk kesuksesan penyelenggaraan penyerahan kedaulatan/kekuasaan pemilih melalui secarik surat suara.
Dan perbincangan seputar partisipasi pemilih berlangsung sangat bebas /liar. Ada yang hanya sampai pada cetusan isu saja, tapi banyak pula yang sampai pada perbincangan faktor penyebab, pihak yang bertanggungjawab dan rekomendasi. Cuplikan perbincangan berbagai kalangan tersebut, sesuai dengan pemahaman dan kepentingan masing-masing.
Seperti yang dimuat Harian Padang Ekspres, Jumat, 9 Juli 2010 pada halaman 7 memuat paragraf : Melorotnya partisipasi pemilih dibanding Pileg dan Pilpres 2009 lalu, disinyalir akibat minimnya sosialisasi. “ Tidak hanya KPU, pemerintah daerah juga harus proaktif mendorong sosialisasi pilkada. Sebab , pilkada bukan hanya tanggung jawab KPU. Pilkada sangat terkait dengan perkembangan daerah ke depan,” ujar anggota DPD Emma Yohana usai reses ke kampus IAIN Imam Bonjol, Kamis (8/7).
Atau pada paragraf berikutnya : Anggota DPD asal Sumbar lainnya, Alirman Sori mengatakan, rendahnya partisipasi pemilih karena calon incumbent di setiap daerah cenderung berkampanye daripada memberikan sosialisasi pilkada ke masyarakat.
Pada hari yang sama, terbit pula pendapat salah seorang calon Wakil Gubernur Sumbar 2010 yang masih menjabat sebagai bupati pada harian yang lain. Kutipan pendapat itu sebagai berikut : Bupati Agam Aristo Munandar sendiri juga menyatakan kaget dengan pemilih di Agam yang hanya mencapai 58 persen dan angka golput yang mencapai sekitar 42 persen. “Ini memang perlu dibahas. Bisa jadi penyebabnya karena libur panjang, hari pasar, ketiduran karena nonton sepakbola Piala Dunia atau ada faktor lain” kata Aristo melalui ponsel kemaren. (Harian Haluan Jumat, 9 Juli 2010-Hal 16).
Selain melalui media cetak, perbincangan juga terjadi melalui media online seperti pada situs jejaring sosial facebook. Satu akun yang bernama Bambang Wijaya menulis statusnya pada hari Jumat, 9 Juli 2010 pukul 17:06 WIB, dengan kalimat : setujukah.... anda jika anggota KPU mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral akibat rendahnya partisipasi pada pilkada... kemaren.
Status ini mendapat catatan sebanyak 20 komentar dan 3 orang menyukai. Komentator pertama berakun Bunda Badai mempertanyakan alasan pendapat pada status tersebut. Sedangkan komentator kedua Ben Maragil setuju sekali dengan pendapat tersebut. Komentator berikutnya secara keseluruhan memberi alasan setuju atau tidak setuju.
KWRI Solok Sumatera Barat ikut menulis “mereka sudah maksimal tapi masyarakat yang tidak mau menggunakan hak pilih, akan tetapi kalau KPU curang harus hukum yang menyelesaikan”. Aie Ajza menguatkan pendapat KWRI dengan pendapat “hak pilih ditangan rakyat, kalau tidak mau milih kenapa dipaksa.
Setelah KWRI, Ricky Yasril menulis dalam bahasa minang yang artinya “ Pilkada lengang bisa macam-macam sebabnya, perlu diteliti satu-satu faktor : KPU, calon-calonnya, pemilihnya”. Sependapat dengan Ricky Yasril, Pastaliza Fatma menegaskan keharusan perlunya penelitian apa sebenarnya penyebab rendahnya partisipasi masyarakat dalam pilkada lalu.
Terhadap apa pun komentar publik yang mencermati tentang angka partisipasi pemilih. Maka adalah lebih baik, semua pendapat tersebut dicatat untuk dijadikan bahan pembelajaran. Karena walaupun pendapat tersebut dilengkapi fakta, tapi belum tentu menjadi penyebab utama. Sehingga deretan pendapat tersebut penting dijadikan asumsi awal untuk menentukan faktor penyebab dari rendahnya partisipasi pemilih.
Jika sejumlah faktor telah diketahui, selanjutnya perlu dilakukan pengujian. Apakah asumsi-asumsi itu merupakan pendapat umum di tengah masyarakat. Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat mengungkap dominasi faktor apa yang menyebabkan rendahnya partisipasi pemilih. Sehingga masing-masing pihak yang langsung atau tidak langsung mengakibatkan rendahnya partisiapasi tersebut dapat merumuskan langkah-langkah yang tepat dalam upaya meningkatkan partisipasi pemilih di masa yang akan datang.
Dengan sikap membuka diri, masing-masing pihak akan lebih mendapatkan pembelajaran dari berkembangnya pendapat publik yang disampaikan secara bebas/liar. Terutama KPU Sumbar sebagai penyelenggara.

Kompetisi Irwan dan Marlis dalam Pemilihan Gubernur Sumbar

Oleh : Husni Kamil Manik
Irwan Prayitno dan Marlis Rahman merupakan dua orang yang menjadi calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), sejak pertama kali pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara langsung. Nama keduanya tercatat bersama dengan pasangannya masing-masing.
Irwan sebagai calon Gubernur berpasangan dengan Ikasuma Hamid sebagai Wakil Gubernur dicalonkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Bintang Reformasi (PBR). Sedangkan Marlis sebagai calon Wakil Gubernur berpasangan dengan Gamawan Fauzi sebagai Gubernur dicalonkan Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Pemilihan gubernur secara langsung di Indonesia pada umumnya dan di Sumatera Barat pada khususnya, di mulai sejak tahun 2005. Metoda pemilihan secara langsung dilaksanakan berdasarkan Undang-undang (UU) No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Penerapan UU ini di Sumbar terlaksana setelah berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur 2000-2005 yang dijabat Zainal Bakar-Fachri Achmad. Sehingga pada saat pemilihan berlangsung, jabatan Gubernur dilaksanakan oleh H.Thamrin dari Departemen Dalam Negeri sebagai Plt.Gubernur.
Kembali pada pasangan Irwan Prayitno-Ikasuma Hamid (Irwan-Ika) dan pasangan Gamawan Fauzi-Marlis Rahman (Gamma) merupakan dua di antara lima pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur pada tahun 2005. Tiga pasangan yang lain adalah Leonardy Harmainy-Rusdi Lubis (Partai Golkar), Kapitra Ampera-Dalimi Abdullah (PPP-Partai Demokrat), dan Jeffri Geovani-Dasman Lanin (Partai Koalisi Sakato).
Jika diurutkan kelima pasangan ini sesuai dengan hasil pengundian KPU Sumbar adalah sebagai berikut : Leonardy Harmainy-Rusdi Lubis (1), Kapitra Ampera-Dalimi Abdullah (2), Gamawan Fauzi-Marlis Rahman (3), Irwan Prayitno-Ikasuma Hamid (4), dan Jeffri Geovani-Dasman Lanin (5).
Bersama pasangannya, Irwan dan Marlis bersaing merebut simpati dari pemilih. Puncaknya, pada hari pemungutan suara, tanggal 27 Juni 2005, masing-masing memperoleh simpati yang mereka cari. Dari penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara di tingkat provinsi yang dilakukan KPU Sumbar, diketahui bahwa pasangan Gamawan-Marlis berhasil memperoleh simpati terbesar dari pemilih.
Marlis bersama Gamawan berhasil perolehan suara tertinggi di 16 Kabupaten/Kota dari 19 Kabupaten/Kota yang ada di Sumbar. Marlis unggul di Kabupaten Pasaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung, Kabupaten Dharmasraya, Kota Padang, Kota Solok, Kota Sawahlunto, Kota Padang Panjang, Kota Bukitting, Kota Payakumbuh dan Kota Pariaman.
Sedangkan Irwan bersama Ikasuma hanya berhasil memperoleh suara tertinggi di Kabupaten Tanah Datar, diikuti Marlis di posisi kedua. Sementara untuk dua kabupaten tersisa masing-masing dimenangkan Leonardy-Rusdi di Kabupaten Pasaman Barat dan Jeffri-Dasman di Kabupaten 50 Kota.
Selain di Kabupaten Tanah Datar, Irwan juga unggul dibanding perolehan suara Marlis di Kabupaten Pasaman Barat. Walaupun Irwan hanya berada pada peringkat ketiga, tapi Marlis hanya mampu berada pada peringkat empat. Sementara perolehan suara di Kabupaten 50 Kota, Marlis berada pada peringkat dua dan Irwan berada pada peringkat tiga.
Jika dibandingkan perolehan suara Marlis dengan Irwan, maka Marlis unggul di 17 Kabupaten/Kota sedangkan Irwan hanya mampu unggul di 2 Kabupaten/Kota. Sedangkan secara keseluruhan perolehan suara Gamawan-Marlis menempati posisi tertinggi dengan jumlah suara 757.296 (41,50%). Pada posisi kedua ditempati Irwan-Ikasuma 446.996 suara (24,50%). Posisi ketika ditempati Jeffri-Dasman 293.011 suara (16,06%). Posisi keempat ditempati Leonardy-Rusdi 187.457 suara(10,27%). Posisi kelima ditempati Kapitra-Dalimi 139.854 suara (7,66%). Total suara sah dari kelima pasangan calon adalah 1.824.614 suara.
Tahun 2010, pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar kembali diselenggarakan. Menjelang berakhirnya masa jabatan Gubernur Marlis Rahman, yang melanjutkan jabatan yang ditinggal Gamawan Fauzi dengan masa bakti 2005-2010. Gamawan meninggalkan jabatan gubernur, karena diangkat Presiden sebagai Menteri Dalam Negeri pada Bulan Oktober 2009. Mereka dilantik tanggal 15 Agustus 2005 dan akan berakhir masa jabatannya pada tanggal yang sama tahun 2010.
Dinamika pencalonan telah menguat mulai pertengahan tahun 2009. Salah satu lembaga survey berskala nasional melakukan penelitian terhadap tokoh yang dikenal masyarakat dan akan dipilih jika Pemilu diselenggarakan pada waktu itu. Penelitian dilakukan dengan cara sampling. Hasil penelitian tersebut dipublikasikan secara luas di Sumbar. Nama Marlis dan Irwan masuk dalam 10 rating tertinggi, walau keduanya tidak menempati posisi pertama dan kedua. Karena ternyata nama Gamawan masih memperoleh pilihan terbanyak, walaupun ia sering menyampaikan keengganannya untuk mencalonkan diri pada priode kedua.
Setelah Gamawan diangkat jadi menteri, lembaga survey yang sama kembali melakukan penelitian. Nama Marlis merangkak naik, begitu pula Irwan. Khusus untuk Irwan, walaupun namanya masuk 10 tokoh favorit untuk dipilih, tapi PKS lebih gencar mensosialisasikan Ketua DPW PKS Sumbar Trinda Farhan sebagai calon Wakil Gubernur.
Pada awal tahun 2010, secara mengejutkan salah seorang yang difavoritkan masuk bursa percalon menyatakan secara terbuka di media massa, bahwa dirinya tidak akan bersedia dicalonkan. Sosok itu adalah Jeffri Geovani. Pernyataan terbuka Jeffri telah pula mempengaruhi peta politik yang kedua kali menjelang pencalonan, setelah yang pertama Gamawan dianggap tidak akan mencalonkan diri setelah diangkat jadi menteri.
Survey terus berlanjut, setelah nama Gamawan dan Jeffri dihilangkan dari daftar pilihan, nama Marlis menempati posisi puncak. Menurut Wakil Sekretaris DPD I Partai Golkar Aguswanto kepada saya, mengatakan Ketua Umum Partai Golkar menetapkan Marlis Rahman Resmi sebagai calon Gubernur dan Aristo Munandar sebagai calon Wakil Gubernur dengan salah satunya mempertimbangkan hasil survey. Keduanya merupakan tokoh yang memiliki popularitas dan elektabilitas tertinggi pada masing-masing posisi.
Ketetapan Partai Golkar mengusung pasangan calon Marlis-Aristo mempengaruhi kembali peta pencalonan. Partai yang memenuhi syarat mencalonkan secara mandiri tinggal Partai Demokrat. Sementara partai yang memiliki kursi di DPRD Sumbar dan yang tidak memiliki kursi di DPRD Sumbar harus melakukan koalisi untuk memenuhi ketentuan persentase dukungan 15% perolehan suara pada Pemilu Legislatif 2009 atau 15% komposisi kursi DPRD.
Ketika Partai Golkar secara resmi mendaftarkan Marlis-Aristo ke KPU Sumbar pada tanggal 7 April 2010, kesediaan Irwan untuk dicalonkan belum ada. Pencalonan Irwan Prayitno berpasangan Muslim Kasim (MK) dipastikan setelah tiga partai PKS, PBR dan Partai Hanura menghasilkan kesepakatan. Ketiga partai tersebut baru mampu mendaftarkan pasangan Irwan-MK satu jam sebelum jadwal pendaftaran ditutup. Mereka merupakan pendaftar kelima atau yang terakhir.
Setelah KPU Sumbar menuntaskan penelitian berkas calon, maka KPU Sumbar menetapkan bahwa kelima pasangan calon yang diajukan partai atau gabungan partai telah memenuhi syarat. Dan kemudian dilaksanakan pengundian nomor urut calon. Nomor urut dan nama kelima pasangan calon beserta partai yang mencalonkan mereka adalah sebagai berikut :
1. Ediwarman – Husni Hadi (Partai Koalisi Maju Bersama- tergabung dari 22 partai)
2. Marlis Rahaman – Aristo Munandar (Partai Golkar)
3. Irwan Prayitno – Muslim Kasim (PKS, PBR, Partai Hanura)
4. Endang Irzal – Asrul Syukur (Partai Demokrat)
5. Fauzi Bahar – Yohannes Dahlan (PAN, PPP).
Resmilah kemudian Marlis dan Irwan kembali berkompetisi. Di antara sepuluh nama calon gubernur dan wakil gubernur tahun 2005, hany mereka yang kembali berkompetisi pada tahun 2010. Meski dengan pasangan yang berbeda.
Pemungutan suara dilaksanakan Hari Rabu, tanggal 30 Juni 2010. Pada hari yang sama satu stasiun televisi swasta nasional bekerjasama dengan lembaga survey telah mempublikasi hasil hitung cepat yang mereka lakukan. Hasilnya Irwan memperoleh pesentase suara di atas 30%. Begitu pula dengan hasil penghitungan yang dilakukan sendiri oleh Tim Pemenangan Irwan-MK.
Rekapitulasi penghitungan suara yang resmi dilakukan KPU Sumbar pada tanggal 12 Juli 2010. Hasil rekapitulasi penghitungan suara hanya berselisih kurang 1% dari prediksi hitung cepat. Perolehan suara Irwan tertinggi di 14 Kabupaten/Kota, yaitu Kabupaten Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Dharmasraya, Kota Padang, Kota Solok, Kota Sawahlunto, Kota Padang Panjang, dan Kota Pariaman.
Sedangkan untuk lima kabupaten/kota yang lain, perolehan suara tertinggi adalah Marlis 3 Kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Agam, Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Kota Bukittinggi. Untuk 2 kabupaten/kota sisanya diungguli Endang, yaitu Kabupaten 50 kota dan Kota Payakumbuh.
Jika dibandingkan perolehan suara Marlis dengan Irwan, maka Irwan unggul di 16 Kabupaten/Kota sedangkan Marlis hanya mampu unggul di 3 Kabupaten/Kota. Sedangkan secara keseluruhan perolehan suara Irwan-MK menempati posisi tertinggi dengan jumlah suara 657.763 (32,44%). Pada posisi kedua ditempati Marlis-Aristo 351.301 suara (26,22%). Posisi ketika ditempati Endang-Asrul 416.567 suara (20,54%). Posisi keempat ditempati Fauzi-Yohannes 187.457 suara(16,28%). Posisi kelima ditempati Edi-Husni 91.726 suara (4,52%). Total suara sah dari kelima pasangan calon adalah 2.027.780 suara.
Kemenangan Irwan terhadap Marlis dan calon gubernur yang lain, menurut Rektor UMSB DR. Syofwan Karim Elha, MA disebabkan lima alasan. Pertama, fanatisma pendukung Irwan sebelumnya. Kedua, faktor PKS. Ketiga, faktor aura intelektual dan pengalaman birokrasi pasangan Irwan-MK. Keempat, faktor usia, energisitas dan tentu pula misi, visi dan program-program pembangunan yang diusung. Kelima, faktor komunikasi dan rajinnya turun ke lapangan serta opini yang ditawarkan Irwan melalui tulisan-tulisannya. Tentu saja kelima faktor itu tidak ada artinya sama sekali kalau faktor teologis atau intervensi sakral tidak ikut campur, yaitu ‘tangan’ Tuhan. Allah SWT berbuat sekehendak-Nya (Harian Singgalang, Selasa, 13 Juli 2010. Hal-1).
Dengan dua kali ikut berkompetisi, keduanya baik Irwan atau pun Marlis telah pernah memenangkan pemungutan suara masing-masing satu kali. Jika beranjak dari umur keduanya, Irwan yang masih berusia 47 tahun masih berpotensi lebih besar untuk ikut berkompetisi pada Pemilu Gubernur 2015. Dibandingkan dengan usia Marlis yang tahun ini sudah 68 tahun, apalagi berulang kali Marlis menyampaikan kepada publik tidak akan ikut pada Pemilu Gubernur 2015. Dengan demikian maka dapat dinyatakan sementara bahwa kompetisi Irwan dan Marlis dalam Pemilu Gubernur Sumbar berakhir “podo”, sama kuat.

Pemungutan Suara, Hari yang Diliburkan

Oleh : Husni Kamil Manik
Rakyat Sumatera Barat akan menyalurkan kedaulatannya kembali. Sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan KPU Sumatera Barat, Hari Rabu, tanggal 30 Juni 2010 merupakan hari dan tanggal pemungutan suara Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat 2010-2015.
Menindaklanjuti keputusan KPU Sumatera Barat Nomor 06/Kpts/KPU-Prov-003/2010, Gubernur Sumatera Barat menerbitkan surat ederan Nomor 800/1729/BKD/V-2010 tertanggal 13 April 2010.
Dalam surat edaran tersebut, Gubernur menetapkan bahwa tanggal 30 Juni 2010 ditetapkan sebagai hari libur. Karena tanggal 30 Juni 2010 bertepatan dengan Hari Rabu yang merupakan hari kerja efektif. Ketetapan ini diputuskan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, Pasal 86 ayat (3) berbunyi pemungutan suara dilakukan pada hari libur atau hari yang diliburkan.
Konsekuensinya adalah setiap aktifitas rutin pemerintahan dan masyarakat di Sumatera Barat harus berpedoman kepada ketetapan Gubenur tersebut. Kantor Pemerintahan, Sekolah, Perusahaan BUMN/BUMD harus menjadi “lokomotif” dalam melaksanakan ketetapan tersebut.
Sangat mengherankan jika ada Kantor Pemerintahan Daerah seperti Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga masih akan melaksanakan Ujian Nasional (UN) Pendidikan Kesetaraan Paket A, dan Paket B pada tanggal 29 Juni s/d 1 Juli 2010. Walaupun kegiatan itu diselenggarakan berdasarkan Petunjuk Operasi Standar (POS) yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Kegiatan ujian nasional, pasti akan mempengaruhi kehadiran peserta dan penyelenggara pada pemungutan suara. Apalagi jumlah mereka tidak sedikit, jika pada satu daerah kabupaten/kota ada ratusan orang, maka untuk Provinsi Sumatera Barat jumlah yang terlibat kegiatan tersebut mencapai jumlah ribuan orang.
Pantas untuk dijadikan pembelajaran, bagaimana kesadaran masyarakat di Kenagarian Rabi Jonggor Kecamatan Gunung Tuleh Kabupaten Pasaman Barat. Pemerintah, pedagang dan masyarakat bermufakat untuk merubah hari pasar pada satu minggu ini. Permufakatan tersebut menetapkan mempercepat hari pasar yang biasanya Hari Rabu menjadi Hari Selasa.
Kepatuhan kolektif aparat pemerintah, pihak swasta dan masyarakat dalam mendukung kehadiran pemilih dalam pemungutan suara adalah faktor penting keberhasilan penyelenggaraan Pemilu. Sehingga pemberlakuan ketetapan Gubernur harus mutlak dilaksanakan. Dan harus pula dikawal bersama oleh kekuatan masyarakat sipil.

Minggu, 14 Februari 2010

Choice of Yunzar : Dalam Tarik-Ulur Jadwal Pilkada Sumbar

Oleh : Husni Kamil Manik

Penetapan hari pemungutan suara Pemilu Gubernur Sumbar telah dilakukan. Ketetapannya adalah Hari Rabu, tanggal 30 Juni 2010. Penetapan ini, menjadi akhir dinamika perencanaan yang terbangun dalam rentang waktu Bulan Juli 2009 hingga Februari 2010.
KPU Sumbar telah mencurahkan perhatian pada perencanaan Pemilu Gubernur Sumbar 2010, sejak Pemilu Presiden 2009 usai. Berbekal pengalaman penyelenggaraan Pilkada, Pemilu Legislatif, dan Pemilu Presiden. Rancang bangun program dan tahapan pun dirumuskan.
Proses pengkoleksian dasar hukum penyelenggaraan menjadi bahagian penting dalam perencanaan. Rujukan utamanya adalah Undang-undang (UU) No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. UU tersebut telah pula dirubah pertama kali dengan UU No.8 tahun 2005, kemudian dilakukan lagi perubahan kedua dengan UU No.12 tahun 2008. Adanya perubahan terhadap aturan perundang-undangan sejak pertama diterbitkan tahun 2004 adalah tantangan tersendiri bagi KPU Sumbar.
Sederet aturan lain menjadi pelengkap adalah Undang-undang No.22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Peraturan Pemerintah No.6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, yang telah pula dirubah pertama dengan terbitnya PP No.17 tahun 2005, dan perubahan kedua dengan PP No.49 tahun 2008.
Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mendapat tempat tersendiri sebagai pedoman perencanaan. Karena salah satu kunci keberhasilan pengelolaan Pemilu, terletak pada keberhasilan pengelolaan logistik Pemilu.
Pembahasan program dan tahapan di internal KPU Sumbar mengalami pasang-surut. Pleno KPU Sumbar sejak awal menetapkan pola pembahasan difasilitasi Tim Kelompok Kerja (Pokja). Hasil pembahasan pokja telah dapat merumuskan 9 (sembilan) dokumen rancangan. Tiga dokumen dibuat sebelum bencana Gempa 30 September 2009, dan enam yang lain ditetapkan setelahnya.
Berdasarkan catatan Staf Koordinator Divisi Teknis KPU Sumbar Fairuz Hayatus Syafari, yang bertugas mengikuti seluruh pembahasan tahapan Pemilu. Secara berurutan kesembilan dokumen rancangan tahapan Pemilu Gubernur menetapkan tanggal pemungutan suara yang berbeda.
Rancangan pertama, menetapkan pemungutan suara tahap I pada tanggal 21 Juni 2010. Rancangan ini, dianggap memiliki kelemahan pada rancangan pelaksanaan pemungutan suara tahap II. Karena, rancangan pemungutan suara tahap II pada tanggal 16 Agustus 2010 telah melampaui akhir masa jabatan Gubernur Sumatera Barat. Pertimbangan lain adalah waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi selama 14 hari.
Rancangan kedua, menetapkan pemungutan suara tahap I pada tanggal 10 Mei 2010, dan tahap II pada tanggal 1 Juli 2010. Jadwal ini dirubah lagi dengan mempertimbangkan putaran pertama, jika tidak ada sengketa memang putaran kedua dapat dilaksanakan pada 1 Juli 2010 namun jika ada sengketa sebelum putaran kedua maka harus ada jadwal alternatif.
Rancangan ketiga, menetapkan pemungutan suara tahap I pada tanggal 28 April 2010, sedangkan rancangan tahap II pada tanggal 30 Juni 2010, dengan catatan tidak ada sengketa. Jika ada sengketa di Mahkamah Konstitusi dijadwalkan pada 14 Juli 2010.
Rancangan keempat, menetapkan pemungutan suara tahap I pada tanggal 12 Mei 2010, sedangkan rancangan tahap II pada tanggal 16 Juni 2010, dengan catatan tidak ada sengketa. Jika ada sengketa di Mahkamah Konstitusi dijadwalkan pada 30 Juni 2010.
Rancangan kelima, menetapkan pemungutan suara tahap I pada tanggal 12 Mei 2010, sedangkan rancangan tahap II pada tanggal 16 Juni 2010, dengan catatan tidak ada sengketa. Jika ada sengketa di Mahkamah Konstitusi dijadwalkan pada 15 Juli 2010.
Rancangan keenam, menetapkan pemungutan suara tahap I pada tanggal 16 Juni 2010, sedangkan rancangan tahap II pada tanggal 15 Juli 2010, dengan catatan tidak ada sengketa. Jika ada sengketa di Mahkamah Konstitusi dijadwalkan pada 11 Agustus 2010.
Rancangan ketujuh, menetapkan pemungutan suara tahap I pada tanggal 16 Juni 2010, sedangkan rancangan tahap II pada tanggal 28 Juli 2010, dengan catatan tidak ada sengketa. Jika ada sengketa di Mahkamah Konstitusi dijadwalkan pada 1 September 2010. Rancangan ketujuh ini, sudah mulai melibatkan KPU Kabupaten/Kota. Setelah melalui pembahasan mengenai kemungkinan dilakukan pemungutan suara serentak.
Rancangan kedelapan, menetapkan pemungutan suara tahap I pada tanggal 4 Agustus 2010, sedangkan rancangan tahap II pada tanggal 20 Oktober 2010, dengan catatan ada sengketa di Mahkamah Konstitusi. Rancangan kedelapan, dirumuskan sebagai sikap terhadap berlarut-larutnya pembahasan antara Kepala Daerah dan DPRD tentang pemenuhan anggaran sesuai dengan yang diajukan KPU. Rancangan ini, dihasilkan pada Rapat Kerja Tim Khusus yang dibentuk Ketua KPU Sumbar. Tim Khusus beranggota ketua dan anggota KPU Kabupaten/Kota terpilih. Tim Khusus melakukan pembahasan maraton selama 4 (hari) berturut-turut di Aula KPU Sumbar.
Rancangan kesembilan, menetapkan pemungutan suara tahap I pada tanggal 30 Juni 2010, sedangkan rancangan tahap II pada tanggal 22 September 2010, dengan catatan ada sengketa di Mahkamah Konstitusi. Rancangan kesembilan, mulai dibahas setelah mempertimbangkan rancangan kedelapan yang pelaksanaan pemungutan suara tahap I telah melampaui aturan batas waktu yang telah ditentukan (pasal 86 ayat 1 UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah).

Choice of Yunzar
Setelah merumuskan rancangan kedelapan yang mengerahkan banyak sumber daya KPU Provinsi dan beberapa Kabupaten/Kota terpilih. Pembahasan rancangan kesembilan terkesan unik. Usulan rancangan kesembilan tercetus dari gagasan Ketua KPU Kabupaten Pasaman Yunzar Lubis. Dalam merumuskan gagasannya, Yunzar mengedepankan aturan batas akhir penetapan hari pemungutan suara sebagai patokan menetapkan jadwal program dan tahapan Pemilu Kepala Daerah.
Yunzar secara konsisten menetapkan hari pemungutan suara paling lambat satu bulan sebelum akhir masa jabatan kepala daerah (pasal 86 ayat/ UU No.32/2004). Di samping itu Yunzar juga berkomitmen merealisasi kesepakatan Gubernur, Bupati dan Walikota se Sumatera Barat untuk tetap melaksanakan pemilu kepala daerah secara bersamaan. Sehingga hari pemungutan suara tahap pertama harus berpedoman pada satu bulan sebelum akhir masa jabatan kepala daerah yang paling awal. Dalam hal ini, akhir masa jabatan Bupati Kabupaten Solok yang paling awal, yaitu 2 Agustus 2010.
“Jadi, pemungutan suara tahap I harus dijadwalkan paling lambat tanggal 2 Juli 2010,” kata Yunzar di hadapan Ketua dan Anggota KPU Sumbar, pada tanggal 27 Januari 2010 di Aula Kantor KPU Sumbar.
Pernyataan Yunzar langsung diselidik Koordinator Divisi Teknis KPU Sumbar M.Mufti Syafie. “Jika dihitung mundur, dari sejak awal tanggal 2 Juli sampai dengan sekarang, berarti kan tidak ada lagi 6 bulan. Bagaimana untuk memenuhi ketentuan pembentukan PPK dan PPS yang paling lambat 6 bulan sebelum pemungutan suara? tanya Mufti.
Menanggapi pertanyaan Mufti, selanjutnya Yunzar mengutip pasal 42 Undang-undang (UU) No. 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, yang menyatakan PPK dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling lambat 6 (enam) bulan sebelum penyelenggaraan Pemilu dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.
“Pengertian penyelenggaraan Pemilu pada pasal 42, tidak tegas membatasi maksud penyelenggaraan Pemilu. Apakah awal tahapan Pemilu atau hari dan tanggal pemungutan suara. Jika diartikan sebagai hari dan tanggal pemungutan suara tahap I, maka tidak pernah ditemukan pengoperasionalannya selama dua kali Pemilu setelah UU No.22/2007 terbit,” jelas Yunzar.
Selanjutnya Yunzar memberi contoh pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009 yang pembentukan PPK dan PPS dilakukan Bulan Januari 2009, sementara pemungutan suara dilaksanakan pada tanggal 9 April 2009. Berarti masa pembentukan kurang dari 6 (enam) bulan. Setelah itu, dilakukan pembubaran pada bulan yang sama.
Begitu pula pelaksanaan Pemilu Presiden 2009 yang pembentukan PPK dan PPS dilakakukan pada akhir Bulan April 2009, sementara pemungutan suara dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2009. Berarti, masa pembentukan kurang dari 6 (enam) bulan.
“Kembali pada pertimbangan penetapan hari dimulainya tahapan Pemilu, menurut Saya tidak ada salahnya jika penetapan 6 (enam) bulan sebelum penyelenggaraan Pemilu dipatok dari hari dan tanggal pemungutan suara tahap II,” ujar Yunzar menegaskan.
Dalam rancangannya Yunzar menetapkan Hari Rabu tanggal 30 Juni 2010 sebagai hari dan tanggal pemungutan suara tahap I, dan Hari Rabu tanggal 22 September 2010 untuk pelaksanaan pemungutan suara tahap II. Sehingga jika dihitung mundur 6 (enam) bulan sejak tanggal 22 September 2010, maka pembentukan PPK dan PPS paling lambat boleh dibentuk pada tanggal 22 Maret 2010.
Namun alasan Yunzar belum dapat diterima Mufti. Karena itu Mufti pun menanyakan penjadwalan tahapan sebelum pelaksanaan pemungutan suara tahap I.
“Jika dihitung dari sejak hari ini (8/02/2010), waktu yang tersisa hanya kurang dari 5 (lima) bulan. Bagaimana dengan penjadwalan tahapan yang waktu penyelenggaraannya diatur dalam undang-undang? Tanya Mufti.
Menjawab pertanyaan tersebut, Yunzar mengajukan 2 (dua) tahapan yang waktunya panjang dan diatur dalam undang-undang menjadi persyaratan, agar jadwal pemungutan suara tahap I dapat diselenggarakan pada tanggal 30 Juni 2010. Pertama, tahapan pemutakhiran data pemilih yang waktu pelaksanaannya paling singkat 60 (enam puluh) hari atau 2 (dua) bulan. Kedua, tahapan pencalonan yang waktu pelaksanaan diatur selama hampir 2 (dua) bulan.
“Pada pelaksanaannya dua tahapan ini dapat diselenggarakan beriringan atau bersamaan. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan kedua tahapan itu, hanya menghabiskan waktu 2 sampai 2,5 bulan,” kata Yunzar.
Setelah penjelasan Yunzar dipahami peserta diskusi, Saya mengajukan kegiatan lain yang perlu menjadi persyaratan penentuan jadwal pemungutan suara. Kegiatan itu adalah pengadaan dan pendistribusian logistik yang harus sesuai dengan aturan Keppres No.80/2003. Menurut penjelasan Sekretaris KPU Sumbar Hendrinal, diketahui bahwa pelaksanaan kegiatan itu membutuhkan waktu paling singkat 45 (empat puluh lima) hari.
Dengan menyelaraskan jadwal pembentukan PPK dan PPS, pelaksanaan tahapan pemutakhiran data pemilih, pencalonan, kampanye, serta pengadaan dan pendistribusian logistik, maka Yunzar mampu meyakinkan ketua dan anggota KPU Sumbar bahwa masih mungkin dilakukan pemungutan suara tahap I pemilihan Gubernur, 2 walikota dan 11 bupati pada tanggal 30 Juni 2010.
Gagasan Yunzar telah diformulasikan dalam bentuk Keputusan KPU Sumbar No.6 tahun 2010 tentang Program, Tahapan dan Jadwal Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar tahun 2010. Keputusan tersebut disepakati Pleno KPU Sumbar pada tanggal 8 Februari 2010. Konsep yang sama ditetapkan pula pada 13 kabupaten/kota yang melaksanakan pemilihan bupati/walikota tahun 2010 secara bersamaan.
Penetapan jadwal hari dan tanggal pemungutan suara tahap I, telah mengakhiri tarik-ulur penetapan jadwal. Seiring itu pula, penetapan jadwal telah menyelesaikan masalah sempitnya waktu yang masih tersedia akibat berlarut-larutnya pembahasan anggaran Pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota se-Sumatera Barat.
Gagasan Yunzar telah terbukti bermanfaat besar dalam menyelesaikan masalah penjadwalan pelaksanaan Pemilu Kepala Daerah Serentak di Sumatera Barat. Agar tak mudah terlupakan, maka Saya mencatat gagasan itu dengan istilah Choice of Yunzar.

Minggu, 07 Februari 2010

Politik Anggaran dan Anggaran Politik

Oleh : Husni Kamil Manik
Dalam suatu diskusi terbatas diakhir tahun 2009 yang lalu, Ketua KPU Kabupaten Pasaman Yunzar Lubis menjelaskan kondisi perkembangan pembahasan anggaran Pemilu Bupati Pasaman 2010. Ketika memberi penjelasan, Yunzar menyelipkan dua istilah sebagai pelengkap penjelasnnya. Istilah tersebut adalah Politik Anggaran dan Anggaran Politik.
Lebih lanjut Yunzar menjelaskan tentang apa yang dimaksud politik anggaran dan anggaran politik. Bagi Yunzar, politik anggaran adalah proses pengalokasian anggaran berdasarkan kemauan politik, boleh jadi kemauan perorangan maupun kemauan kelompok. Sedangkan anggaran politik, menurutnya adalah anggaran yang dibelanjakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan proses politik, seperti anggaran pemilihan umum.
“Ketika dalam proses pembahasan anggaran politik disertai adanya politik anggaran, maka akan ada yang harus dikorbankan,” kata Yunzar.
Berlarut-larutnya proses pembahasan anggaran Pemilu Kada di Sumatera Barat sampai Bulan Februari 2010, mengingatkan saya akan apa yang dijelaskan Yunzar pada diskusi itu. Sebab, posisi anggaran Pemilu Gubernur, 2 Walikota dan 11 Bupati, masih ada yang belum menemukan kejelasan. Apa lagi jika dihubungkan dengan keinginan menyelenggarakan perhelatan Pemilu 14 kepala daerah tersebut bersamaan.
Pada hal dalam forum Rapat Koordinasi (Rakor) Pemerintah Provinsi dengan Bupati dan Walikota se-Sumatera Barat (17/11/2009) di Bukittinggi, telah diperoleh kesepakatan bersama tentang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak untuk 13 kabupaten dan kota serta provinsi, sedangkan pelaksanaannya diusulkan pada pertengahan Juni 2010.
Seusai Rakor, Wakil Gubernur Sumbar Marlis Rahman menjelaskan kepada wartawan mengenai anggaran pelaksanaan Pilkada serentak Pemprov dan kab/kota yang menggelar pemilu kepala daerah disepakati adanya "sharing" anggaran (ANTARA News, Rabu, 18 November 2009 04:27 WIB)
Sejak selesainya penyelenggaraan Pemilu Presiden 2009, pada Bulan Agustus 2009 KPU Sumbar telah mulai merumuskan besaran anggaran Pemilu Kepala Daerah. Dalam rumusan tersebut perhitungan anggaran yang dibutuhkan berdasarkan 2 (dua) asumsi. Pertama jika Pemilu Gubernur dilaksanakan terpisah dengan Pemilu 13 Bupati/Walikota, maka dibutuhkan anggaran Rp. 179,9 milyar. Kedua apabila diselenggarakan bersamaan maka dibutuhkan anggaran Rp. 74 milyar, atau dapat menghemat Rp. 104,9 milyar.
Sedangkan anggaran Pemilu 13 Bupati/Walikota. Berdasarkan kebutuhan biaya yang diajukan KPU Kabupaten/Kota, untuk melaksanakan pemilihan secara terpisah adalah Kabupaten Solok (Rp. 21.865.630.380), Kabupaten 50 Kota (Rp. 17.713.094.894), Kabupaten Dharmasraya (Rp. 12.883.559.850), Kota Bukittinggi (Rp. 12.806.729.826), Kabupaten Agam (Rp.15.249.596.911), Kabupaten Pasaman Barat (Rp. 18.253.367.000), Kabupaten Pasaman (Rp. 9.430.840.163.), Kota Solok (Rp. 6.480.590.900), Kabupaten Solok Selatan (Rp. 17.056.554.000), Kabupaten Padang Pariaman (Rp. 18.420.057.000), Kabupaten Pesisir Selatan (Rp. 27.706.738.700), Kabupaten Sijunjung (Rp. 12.685.042.606), dan Kabupaten Tanah Datar (Rp. 16.686.802.053).
Jika Pemilu Gubernur dengan Pemilu 13 Bupati/Walikota di Sumatera Barat dilaksanakan terpisah, maka rencana kebutuhan anggaran yang diajukan KPU Sumbar dan 13 KPU Kabupaten/Kota adalah Rp.179,9 milyar ditambah dengan Rp.207,2 milyar, atau setara dengan Rp. 387,1 milyar.
Secara bersamaan KPU Sumbar dan 13 KPU Kabupaten/Kota mengajukan rencana anggaran agar dapat dibahas dalam pembahasan APBD 2010 di tingkatan masing-masing. Dalam proses pembahasan APBD 2010 yang telah dimulai Bulan September 2009, kebanyakan Pemerintah Daerah dan DPRD tidak melibatkan KPU setempat. Perlakuan itu juga dialami KPU Sumbar.
Pada penghujung tahun 2009, satu per satu APBD disahkan dalam rapat paripurna DPRD. Setelah ditetapkan, diketahui informasi berapa jumlah anggaran Pemilu Kepala Daerah yang telah dialokasikan dalam APBD 2010. Dari informasi yang berkembang, diketahui besaran alokasi anggaran Pemilu Gubernur adalah Rp. 30.000.000.000. Alokasi anggaran Pemilu Bupati/Walikota, berdasarkan keterangan 13 KPU Kabupaten/Kota adalah Kabupaten Solok (Rp. 8.000.000.000), Kabupaten 50 Kota (Rp. 7.250.000.000), Kabupaten Dharmasraya (Rp. 5.000.000.000), Kota Bukittinggi (Rp. 6.000.000.000), Kabupaten Agam (Rp. 7.400.000.000), Kabupaten Pasaman Barat (Rp. 8.657.157.800), Kabupaten Pasaman (Rp. 6.500.000.000), Kota Solok (Rp. 5.475.615.000), Kabupaten Solok Selatan (Rp. 6.000.000.000), Kabupaten Padang Pariaman (Rp. 8.500.000.000), Kabupaten Pesisir Selatan (Rp. 4.800.000.000), Kabupaten Sijunjung (Rp. 5.400.000.000), dan Kabupaten Tanah Datar (Rp. 7.200.000.000).
Atau jika pengalokasian anggaran Pemilu Gubernur, 2 Walikota, dan 11 Bupati dalam 14 APBD se-Sumatera Barat dijumlahkan, maka diketahui anggaran yang tersedia adalah Rp. 116.182.772.800.
Setelah informasi alokasi pendanaan dalam APBD Kabupaten/Kota diterima KPU masing-masing, dalam waktu yang singkat, KPU Kabupaten/Kota Se-Sumatera Barat menanggapi kebijakan tersebut. Dari ke-13 KPU Kabupaten/Kota, hanya satu yang menyatakan pengalokasian anggaran Pemilu Kepala Daerahnya sudah mencukupi. Daerah tersebut adalah Kota Solok.
“Jauh panggang dari api”. Itu lah istilah yang tepat untuk menggambarkan posisi pengalokasian anggaran dengan perencanaan anggaran. Jumlah anggaran secara keseluruhan yang dialokasikan dalam APBD, jika dibandingkan dengan yang direncanakan KPU hanya 30% yang disediakan.
Ketetapan Pemda-DPRD tentang alokasi anggaran tersebut, menarik untuk dicari kejelasannya. Mengapa hanya 30% dari pengajuan anggaran oleh KPU yang disetujui? Atau kalau surut ke belakang, maka perlu diketahui apa yang menjadi ukuran KPU dalam membuat rencana anggaran.
Ada kemungkinan gagasan pelaksanaan Pemilu Kepala Daerah secara bersamaan tidak didukung sepenuhnya oleh kalangan DPRD Kabupaten/Kota. Misalnya, dalam suatu pertemuan antara Komisi III DPRD Sijunjung dengan KPU Sumbar di Padang (3/2/2010), Syawal Djusat Gunung Bungsu dari DPRD Sijunjung mengatakan, sharing anggaran yang terjadi antara provinsi dengan kabupaten/kota tidak proporsional. Terkesan provinsi menumpangkan helat kepada kabupaten/kota. “Kami selaku orang daerah jangan dipaksa menerima kehendak provinsi. Bupati bukan bawahan gubernur. Jika provinsi tidak cukup anggaran melakukan Pemilu kada, maka tidak usah saja diadakan. Biar kami di Sijunjung melakukan pemilihan bupati/wakil bupati sendiri,” kata Djusat (Harian Singgalang, Kamis, 4 Februari 2010, Hal A-5).
Kecilnya anggaran yang dialokasikan juga disinyalir Koordinator Divisi Teknis KPU Sumatera Barat M. Mufti Syarfie tidak memperhatikan Permendagri No.57 tahun 2009.
“Jika Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) memperhatikan Permendagri itu dalam penyusunan penyediaan anggaran 14 pilkada serentak maka dana dialokasikan akan sesuai yang direncanakan KPU, “katanya (www.antara-Sumbar.com. Sabtu, 09/01/2010 06:05 WIB).
Untuk mengukur cukuptidaknya anggaran Pemilu Kepala Daerah, selain Permendagri N0.57/2009, masih dibutuhkan pengaturan terhadap besaran honorarium penyelenggara. Sebab mata anggaran tersebut termasuk anggaran yang jumlah alokasinya dominan dibanding dengan mata anggaran lain.
Ketidakjelasan alokasi pendanaan Pemilu Kepala Daerah serentak, mendorong Gubernur Sumatera Barat Marlis Rahman mengadakan kembali Rapat Koordinasi (Rakor) dengan Bupati/Walikota se-Sumatera Barat, tanggal 12 Januari 2010 di Batusangkar.
Pada pertemuan itu, Gubernur bersama 19 bupati dan wali kota se-Sumatera Barat menyepakati standar biaya khusus (SBK) untuk Pemilu Kepala Daerah yang dilaksanakan serentak.
"Kita sudah mendapatkan kesepakatan bersama dalam persiapan pembiayaan pilkada serentak di 13 kabupaten/kota, plus provinsi dan telah dilakukan penandatanganan tujuh pasal kesepatan SBK Pilkada mendatang," katanya. ( www.mediaindonesia.com. Selasa, 12 Januari 2010 17:31 WIB).
Gubernur juga menjelaskan, SBK adalah standar biaya maksimal dalam pendanaan pilkada yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Jadi, prinsip kesepakatan SBK Pilkada 2010 adalah efisiensi, efektivitas, dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Selain itu, disepakati dalam SBK Pilkada, meliputi standar honor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan kabupaten/kota. Kemudian, standar khusus biaya tenaga pengamanan, Panwas Pilkada, surat suara, formulir-formulir, alat kelengkapan tempat pemunguan suara (TPS), dan biaya transportasi serta kebutuhan logistik lainnya.
Bagi 13 kabupaten dan kota yang menyelenggarakan pelaksanaan pilkada bersamaan dengan Pilkada Provinsi, maka untuk pembiayaan penyelenggaraan termasuk pengamanan dan Panwaslu dibebankan kepada kab/kota yang bersangkutan. Sedangkan Pemerinah Provinsi Sumbar, membantu untuk kelengkapan KPPS seperti alat coblos, tanda pengenal, lem, bolpoint, tinta, stiker kotak suara, segel, tanda khusus, karet gelang dan gembok kotak suara serta pendistribusian sampai ke KPU Kabupaten/Kota.
Kemudian, dalam kesepakatan dinyatakan bahwa enam kab/kota yang tidak melaksanakan pilkada, seluruh pembiayaan ditanggung oleh Pemerintah Provinsi, kecuali biaya keamanan dan Panitia Pengawasan Pemilu (Panwaslu) dibebankan kepada Pemkab/Pemkot.
"Untuk honor KPPS, PPS dan PPK akan disesuaikan dengan standar pilpres," terang Firdaus K (Sekda Prov.Sumbar) kepada Padang Ekspres, kemarin (12/1). Lebih lajut dijelaskan, penyusunan Pergub SAB (Peraturan Gubernur tentang Standard Anggaran Biaya) dilakukan agar usulan penambahan dana pilkada bisa diakomodir. (www.jpnn.com.Rabu, 13 Januari 2010 , 06:10:00).
Menindaklanjuti terbitnya Peraturan Gubernur Sumbar tentang SAB Honor Penyelenggara Pemilu Kepala Daerah, KPU Kabupaten/Kota menghitung kembali kebutuhan pendanaannya. Dari hasil perhitungan tersebut diketahui ketercukupan anggaran yang dibutuhkan untuk melaksanakan Pemilu Gubernur, Bupati/Walikota serentak, untuk satu putaran sebagai berikut : Provinsi Sumatera Barat (Rp. 72.600.000.000), Kabupaten Solok (Rp. 13.943.368.425), Kabupaten 50 Kota (Rp. 12.971.786.780), Kabupaten Dharmasraya (Rp. 14.003.368.425), Kota Bukittinggi (Rp. 6.898.981.350), Kabupaten Agam (Rp. 15.249.595.911), Kabupaten Pasaman Barat (Rp. 11.949.130.930), Kabupaten Pasaman (Rp. 6.500.000.000), Kota Solok (Rp. 5.475.615.000), Kabupaten Solok Selatan (Rp. 10.600.000.000), Kabupaten Padang Pariaman (Rp. 8.500.000.000), Kabupaten Pesisir Selatan (Rp. 12.483.388.000), Kabupaten Sijunjung (Rp. 9.854.686.303), dan Kabupaten Tanah Datar (Rp. 11.531.061.844). Atau jika dijumlahkan, kebutuhan anggaran pada 13 Kabupaten/Kota adalah Rp. 212.561.279.246.
Jumlah Rp. 212.561.279.246 memiliki selisih Rp. 96.298.517.340 dibandingkan dengan ketersediaan anggaran Rp. 116.182.772.800. Kekurangan anggaran yang hampir Rp. 100 milyar ini, menguras perhatian semua pihak. Berbagai rapat koordinasi lanjutan diadakan, mulai dari yang difasilitasi DPRD Sumbar, Sekda Sumbar, maupun Kementerian Dalam Negeri. Tak kunjung menuntaskan alokasi anggaran di tingkat Kabupaten/Kota.
Pada beberapa daerah ada perkembangan kesepahaman antara Pemda, DPRD dan KPU. Seperti di tingkat provinsi, pengajuan anggaran yang dialokasikan pada APBD Prov.Sumbar Rp. 30 milyar disepakati untuk ditambah menjadi Rp.72,6 milyar. Kesepahaman yang sama juga terjadi di Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Pesisir Selatan, dan Kabupaten 50 Kota.
Ketua KPU Sumbar Marzul Veri sebelumnya mengeluhkan masih berlarut-larutnya masalah pembagian anggaran pemilu kepala daerah dari kabupaten/kota di Sumbar. Dari 11 kabupaten dan dua kota yang menyelenggarakan pemilu kepala daerah, baru Kota Solok yang secara prinsip sudah final anggarannya dan sudah dibahas Pemkot dan DPRD setempat.(www.antara-sumbar.com, Kamis, 28/01/2010 12:55 WIB).
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan sudah mengeluarkan Surat Edaran No 903/4546/SJ tertanggal 17 Desember ke seluruh daerah yang menyelenggarakan pilkada. Surat itu memberi arahan kepada para kepala daerah untuk mengatasi kekurangan dan keterlambatan pencairan anggaran. Misalnya, jika anggaran belum disiapkan, kepala daerah bisa mengubah peraturan soal penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai dasar pelaksanaan anggaran. Perubahan itu diberitahukan kepada DPRD dan disampaikan dalam laporan realisasi anggaran tahun anggaran (www.mediaindonesia.com. Jumat, 22 Januari 2010 21:47 WIB ).
Bahkan Mendagri telah mengutus Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Departemen Dalam Negeri, Tanri Bali Lamo untuk menghadiri rapat koordinasi antara Gubernur, DPRD, KPU Sumbar dengan Bupati/Walikota, DPRD dan KPU Kabupaten/Kota se-Sumatera Barat, di Padang, tanggal 4 Februari 2010. Pada kesempatan tersebut Dirjen Kesbangpol memberikan deadline (batas waktu) kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan 13 pemda kota-kabupaten untuk menuntaskan masalah anggaran Pilkada Sumatera Barat Serentak paling lambat Senin, 8 Februari 2010.
Kuatnya tarik menarik pendanaan pilkada serentak 2010 yakni antara KPU, Pemprov dan DPRD Sumbar menurut pengamat politik Aldi Yunaldi, SH ditenggarai adanya upaya beberapa pihak yang ingin pilkada serentak ditunda. “Mestinya jangan sampai pilkada tertunda karena tidak tersedianya anggaran memadai yang disebabkan oleh ketidakpastian partai politik maupun calon incumbent dalam menghadapi pertarungan. Jika ini terjadi maka penyelenggaraan pilkada sudah dipolitisasi. Ini tidak sehat dalam proses pembangunan demokrasi,” jelas Aldi (Mingguan Binnews, Edisi 165/Th IV/1-7 Februari 2010, hal 4).
Dinamika penganggaran Pemilu yang terjadi dalam rentang waktu 7 (tujuh) bulan terakhir, sepertinya memiliki keterkaitan dengan apa yang dikatakan Yunzar Lubis tentang Politik Anggaran dan Anggaran Politik. Apalagi kalau kemudian dikaitkan pula dengan pendapat Pengamat Politik Aldi Yunaldi.
Tapi dinamika yang terjadi di Sumatera Barat tidak hanya disebabkan oleh faktor politik saja. Terjadinya gempa bumi berkekuatan 7,9 SR pada tanggal 30 September 2009, juga telah banyak merubah perencanaan yang digagas sebelumnya. Gubernur Sumatera Barat ketika itu Gamawan Fauzi, telah merencanakan rapat koordinasi dengan Bupati/Walikota se-Sumatera Barat pada tanggal 8 Oktober 2009. Rapat koordinasi mengagendakan pembahasan tentang pelaksanaan Pemilu Kepala Daerah serentak tahun 2010. KPU Sumbar ketika itu telah diundang untuk memberikan penjalasan teknis pada saat rapat koordinasi dilaksanakan.
Namun apapun dinamikanya, prinsip dasar penyelenggaraan Pemilu sebagai alat berdemokrasi, tentu perlu menjadi acuan. Karena negara telah menetapkan demokrasi sebagai jalan menuju kesejahteraan. Membangun infrastruktur adalah untuk rakyat, tapi pemilu juga untuk rakyat.
Alasan itu layak digunakan untuk menempatkan keutamaan penganggaran Pemilu Kepala Daerah dalam APBD 2010. Agar Provinsi Sumatera Barat segera memilih pimpinan yang diakui dan dapat memenuhi kehendak rakyat. Pada waktu dan jadwal yang telah ditetapkan.
Semua pihak tentu berharap, rapat koordinasi lanjutan antara Dirjen Kesbangpol Depdagri, Gubernur, DPRD, KPU Sumbar, Bupati/Walikota, DPRD, KPU Kabupaten/Kota se-Sumatera Barat, yang akan dilaksanakan pada tanggal 8 Februari 2010 di Padang, dapat menuntaskan masalah ketersediaan anggaran Pemilu Kepala Daerah serentak 2010.

Senin, 01 Februari 2010

Pemilu Kepala Daerah Serentak 2010

Oleh : Husni Kamil Manik

Gubernur Sumatera Barat masa bakti 2005-2010 akan menyelesaikan tugasnya pada tanggal 15 Agustus 2010. Tepat 5 tahun sejak dilantik tanggal 15 Agustus 2005, sesuai dengan Keppres RI Nomor 6148. Beriringan pada tahun yang sama, dua walikota dan sebelas bupati di Sumatera Barat mengakhiri pula masa jabatannya.
Jika diurut tanggal berakhirnya jabatan gubernur, walikota dan bupati tersebut maka yang paling pertama berakhir adalah Kabupaten Solok (2 Agustus). Berturut-turut kemudian Kabupaten 50 Kota (10 Agustus), Kabupaten Dharmasraya (12 Agustus), Kota Bukittinggi (13 Agustus), Kabupaten Agam (13 Agustus), Provinsi Sumatera Barat (15 Agustus), Kabupaten Pasaman Barat (27 Agustus), Kabupaten Pasaman (29 Agustus), Kota Solok (31 Agustus), Kabupaten Solok Selatan (7 September), Kabupaten Padang Pariaman (15 September), Kabupaten Pesisir Selatan (17 September), Kabupaten Sijunjung (22 September). Dan kepala daerah yang terakhir adalah Kabupaten Tanah Datar (26 September).
Sejak perbincangan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah di Sumatera Barat ramai di ranah publik, arah pendapat yang mengusulkan pemungutan suara dilakukan secara bersamaan antara Pemilu Gubernur, Bupati dan Walikota lebih menguat dibanding pendapat yang mengarah pada pelaksanaan secara terpisah.
Pendapat yang mengusulkan pemungutan suara dilakukan bersamaan terinspirasi berpedoman pada pasal 235 Undang-undang (UU) No.12 tahun 2008 tentang perubahan kedua terhadap UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal tersebut berbunyi : ayat 1, pemungutan suara dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota dalam satu daerah yang sama berakhir masa jabatannya pada tahun 2008 sampai dengan Juli 2009 dapat diselenggarakan pada hari dan tanggal yang sama. ayat 2, pemungutan suara dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota dalam satu daerah yang sama berakhir masa jabatannya dalam kurun waktu 90 (sembilan puluh) hari, setelah bulan Juli 2009 diselenggarakan pada hari dan tanggal yang sama.
Merujuk pada ayat 1, dapat dinyatakan bahwa pemungutan suara Pemilu Kepala Daerah yang berakhir masa jabatannya dalam rentang waktu Januari 2008-Juli 2009, pada satu daerah yang sama (harus ada Pemilu Gubernur) boleh dilaksanakan secara bersamaan. Akan tetapi boleh pula dilakukan tidak bersamaan, karena pada ayat ini, yang menjadi kata kuncinya adalah kata dapat diselenggarakan.
Selanjutnya pada ayat 2, mengatur pemungutan suara Pemilu Kepala Daerah yang berakhir masa jabatannya dalam kurun waktu 90 (sembilan puluh) hari setelah Bulan Juli 2009, pada hari dan tanggal yang sama. Berarti yang masuk dalam kurun waktu 90 (sembilan puluh) hari tersebut adalah Kepala Daerah yang berakhir masa jabatannya pada Bulan Agustus, September dan Oktober 2009.
Dua ayat pada pasal 235 tersebut mengatur semangat untuk melaksanakan pemungutan suara bersamaan antara Pemilu Gubernur dengan Pemilu Bupati dan Walikota di satu wilayah provinsi yang sama. Kesamaan proses ini yang kemudian sering dinyatakan sebagai Pemilu Kepala Daerah Serentak.
Semangat untuk melakukan pemungutan suara bersamaan itu menguntungkan. Karena pada proses pemungutan suara bersamaan menimbulkan kesamaan seluruh proses program dan tahapan pemilu itu sendiri. Mulai dari tahapan persiapan, pelaksanaan, sampai pada proses penyelesaiannya. Keuntungan yang diperoleh pada proses tersebut dapat ditinjau dari prinsip efektivitas dan efisiensi. Efektif dalam pengelolaan program dan tahapan, efisiensi dalam pengelolaan keuangan.
Bagaimana dengan Kepala Daerah yang berakhir masa jabatannya Bulan November 2009 dan seterusnya? Seperti ke-14 kepala daerah di Sumatera Barat. Jika dihitung rentang waktu berakhirnya masa jabatan ke-14 kepala daerah tersebut, maka antara tanggal 2 Agustus sampai dengan 26 September terdapat kurun waktu 56 hari (masuk dalam kurun waktu 90 hari).
Tidak satu pun dari dua ayat pada pasal 235 yang mengatur hal tersebut. Sehingga, jika ada keinginan melaksanakan Pemilu Kepala Daerah Serentak, harus pula memperhatikan pasal lain yang berhubungan dengan pelaksanaan tahapan pemungutan suara.
Maka pertanyan yang akan muncul adalah kapan hari dan tanggal pemungutan suara yang memungkinkan bersamaan? Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu dipedomani pasal 86 ayat 1, UU No.32 tahun 2004. Pasal tersebut mengatur pemungutan suara pemilihan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum masa jabatan kepala daerah berakhir.
Berarti, jika ke-14 Pemilu Kepala Daerah di Sumatera Barat akan dilaksanakan secara serentak, maka yang harus menjadi patokan penetapan hari dan tanggal pemungutan suara adalah masa berakhirnya masa jabatan paling awal. Dari ke-14 Kepala Daerah tersebut, yang paling awal berakhir masa jabatannya adalah Kabupaten Solok (2 Agustus 2010).
Untuk memenuhi ketentuan pada pasal 86 ayat 1, maka hari dan tanggal pemungutan suara Pemilu Kepala Daerah Serentak di Sumatera Barat harus sebelum tanggal 3 Juli 2010.
Dalam rangka itu, KPU Sumbar bersama dengan KPU Kabupaten/Kota Se-Sumatera Barat, secara maraton mengupayakan penetapan program dan tahapan Pemilu Kepala Daerah Serentak. Walaupun hingga akhir bulan Januari 2010 belum tuntas fasilitasi penganggaran biaya pada APBD beberapa kabupaten/kota, sesuai dengan kebutuhan yang dirancang oleh KPU Kabupaten/Kota masing-masing.