Senin, 11 Januari 2010

2010 Tahun Kepala Daerah

Oleh : Husni Kamil Manik
Sebanyak 246 daerah dari 497 daerah provinsi/kabupaten/kota pada tahun 2010 melakukan pergantian kepala daerahnya. Mereka yang mengakhiri masa tugas sebagai kepala dan wakil kepala daerah tersebut merupakan hasil pemilihan langsung pertama di Indonesia pada tingkatan daerah provinsi, kabupaten dan kota.
Tidak terkecuali Provinsi Sumatera Barat. Dari 19 Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat 13 diantaranya telah melakukan proses pilkada tersebut pada tahun 2005. Termasuk pada tahun yang sama dilaksanakan pula pilkada Gubernur Sumatera Barat. Konsekuensinya adalah Gubernur Sumatera Barat dan 13 Bupati/Walikota tersebut mengakhiri jabatannya pada tahun 2010 ini.
Adalah Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi dasar penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) tahun 2005-2008. Penerapan UU tersebut telah membuka ruang bertumbuhnya demokrasi di tingkatan daerah.
Pilihan yang selama ini diwakilkan kepada DPRD, telah dikembalikan kepada rakyat secara langsung. Tanpa harus menyesuaikan aspirasi politik kepartaiannya dengan pilihan kepala daerahnya. Sehingga tidak jarang ditemukan kepada dan wakil kepala daerah yang terpilih bukan berasal dari pencalonan partai pemenang pemilihan umum (Pemilu) di daerah tersebut.
Perkembangan kehidupan demokratis yang telah bertumbuh tersebut, pada dasarnya dikehendaki untuk menopang proses otonomisasi daerah yang telah dilakukan mulai tahun 1999. Otonomi yang sesungguhnya dikehendaki pula sebagai upaya pemerataan perhatian pemerintah terhadap pertumbuhan pembangunan yang berimbang antara pusat dan daerah.
Melalui Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah semangat reformasi di bidang pemerintahan dan pembangunan diterjemahkan dalam bentuk pemberian otonomi seluas-luasnya kepada pemerintahan kabupaten/kota. Untuk memimpin jalannya pemerintahan, Kepala dan wakil kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Namun saat implementasi UU No.22/1999 selama kurun waktu tahun 1999-2004, telah ditemukan banyak masalah yang menyangkut figur kepala dan wakil kepala daerah. Mereka berprilaku bak “raja-raja kecil” yang membuat kebijakan sendiri tanpa bersinergi dengan pemerintah provinsi maupun pusat.
Terindikasi pada periode pertama otonomi ini banyak ditemukan Peraturan Daerah (Perda) yang menghambat perkembangan ekonomi terutama investasi. Atau bahkan perda-perda yang bertentangan dengan peraturan di atasnya.
DPRD dituding sebagai pihak yang dipersalahkan, karena telah memilih kepala dan wakil kepala daerah yang berprilaku bak “raja-raja kecil”. Maka mekanisme pemilihannya digagas untuk berubah menjadi pemilihan langsung. Dan ternyata berhasil dengan terbitnya UU No.32/2004.
Pelaksanaan Pilkada dalam kurun waktu 2005-2008, dianggap berhasil memilih kepala dan wakil kepala daerah yang mampu mengurangi ego sentris “raja-raja kecil” itu. Setidaknya terindikasi dari pengurangan pembuatan perda yang bertentangan dengan peraturan di atasnya. Selain disebabkan pula oleh pergeseran kewenangan daerah yang diatur dalam UU No.32/2004.
Perpaduan antara sosok kepala dan wakil kepala daerah yang dipilih langsung, dengan penerapan pendekatan pembangunan dalam konsep otonomi daerah, kembali akan diuji pada kurun lima tahun kedua. Harapan tertumpang pada masa ini terjadi penguatan kelembagaan pembangunan yang mensejahterakan rakyat.
Dengan demikian, maka tahun 2010 ini, dapat dikatakan sebagai tahun kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dapat membuktikan bahwa mereka adalah pilihan yang tepat untuk mensejahterakan rakyatnya.
(diterbitkan Harian Postmetro pada kolom Opini Hal 1 Edisi Senin/12 Januari 2010)

Tidak ada komentar: