Minggu, 10 Mei 2009

Merayakan Hari Demokrasi

Oleh : Husni Kamil Manik
Pengakuan atas kedaulatan rakyat pada sistem demokrasi adalah sebuah keniscayaan. Kedaulatan rakyat akan menemukan makna substansinya, mana kala pelibatan rakyat secara langsung berpengaruh terhadap perubahan arah politik. Metoda pelibatan rakyat yang dimaksud adalah melalui penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu).

Rakyat Indonesia memiliki keinginan yang kuat untuk terlibat aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari berbagai latar belakang pendidikan, profesi, adat-istiadat, agama, usia, jenis kelamin dan lainnya, pada dasarnya ingin berpartisipasi. Sebagai contoh, para kaum pergerakan petani yang tergabung dengan organisasi Serikat Petani Indonesia (SPI). Mereka mencoba menyuarakan aspirasi kedaulatan rakyat melalui manifesto organisasi yang dirumuskan pada tanggal 5 Desember 2007 di Wonosobo, sebagai berikut :

“Kami petani Indonesia, menuntut dipraktekkannya sistem politik Indonesia yang menegakkan kedaulatan rakyat. Kami akan terus berjuang untuk mewujudkan sistem politik yang mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mampu memajukan kesejahteraan umum, sanggup mencerdaskan kehidupan bangsa, dan sanggup untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia.”

Rujukan lain tentang pemikiran tegaknya kedaulatan rakyat, sering kali menempatkan pendapat JJ Rousseau dalam bukunya Contract, Sodale (1763) sebagai satu arah pandang. Rousseau berpendapat bahwa manusia dengan moralitas yang tidak dibuat-buat justru waktu manusia berada dalam keluguan. Bagaimana caranya agar manusia tetap moralis? Menurut Rousseau hanya ada satu jalan: kekuasaan para raja dan kaum bangsawan harus diatur dan kedaulatan rakyat harus terjamin.

Karenanya pemilu dipandang menjadi momentum penyerahan mandat kedaulatan rakyat kepada perwakilannya. Jika kepemimpinan yang lama dianggap berhasil mengelola mandat kedaulatan, maka pada pelaksanaan pemilu, pilihan rakyat akan tetap berada pada partai atau politisi tersebut. Namun, jika rakyat tidak puas dengan kepemimpinan yang lama, maka mereka akan mencari alternatif pilihan.

Pemilu dirancang sedemikian rupa agar proses serah-terima mandat rakyat terjamin melalui regenerasi kepemimpinan yang berkelanjutan. Pemahaman akan arti penting pemilu tersebut, menghendaki berjalannya beberapa instrumen penting, yaitu : pemerintahan hanya sebagai fasilitator, penyelenggara yang tidak berpihak, peserta pemilu yang berkualitas, dan pemilih yang rasional-moralis.

Pada Pemilu 2009 ini, instrumen yang dimaksud telah terpandu dalam paket peraturan perundang-undang. Setidaknya ada 3 undang-undang (UU) yang dijadikan sebagai panduan peraturannya yaitu UU No.22/2007 tentang penyelenggara pemilu, UU No.2/2008 tentang partai politik, dan UU No.10/2008 tentang penyelenggaraan pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD. Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, semua komponen telah bersiap melaksanakan pemilu.

Pemerintah telah menjalankan fungsi fasilitasinya. Anggaran pemilu telah disediakan pada 2 tahun anggaran berturut-turut pada APBN dan APBD 2008-2009. Koordinasi antar instansi untuk menciptakan kondisi sosial, politik, hukum dan keamanan telah pula dilakukan. Tenaga kepegawaian telah pula ditugaskan untuk membantu Komisi pemilihan Umum (KPU). Begitu pula dengan kegiatan lain yang dibutuhkan demi suksesnya penyelenggaraan pemilu.

Upaya yang sama telah pula dilaksanakan KPU. Program dan tahapan pemilu telah terlaksana dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan. Hasil dari pelaksanaan program dan tahapan tersebut adalah Daftar Pemilih Tetap (DPT), peserta pemilu yang terdiri dari partai politik dan perorangan, penetapan alokasi kursi dan daerah pemilihan, calon anggota DPR, DPD dan DPRD, logistik pemilu, serta terbentuknya PPK, PPS dan KPPS. Keseluruhan pelaksanaan tahapan ini, mengarah pada puncak pelaksanaan pemilu, yaitu pemungutan dan penghitungan suara tanggal 9 April 2009.

Di sisi lain, peserta pemilu telah pula melakukan persiapan personil, manajemen pemenangan, dan program yang ditawarkan. Kemeriahan pengenalan diri peserta pemilu terlihat di mana-mana. Seperti kibaran bendera peserta pemilu melambai-lambai keberbagai arah. Gambar caleg menempel atau menggantung ditempat yang memungkinkan. Iklan media cetak mampu menutup sebagian besar halaman koran, majalah, tabloid, dan portal. Siaran televisi dan radio secara rutin menyampaikan propaganda.

Tak berhenti di sana, peserta pemilu pun tampak rajin mengikuti berbagai kegiatan masyarakat. Ada yang terencana dan ada pula yang tidak. Ada yang sekedar menjadi undangan, ada yang hadir sebagai pembicara, ada yang menjadi tuan rumah, ada pula yang hanya penyandang dana. Jika ada keramaian mereka berlomba-lomba ke sana. Ada kematian mereka kunjungi, ada perhelatan mereka datangi, ada bencana mereka sumbangi, ada perlombaan mereka biayai, ada perayaan hari keagamaan mereka berpartisipasi.

Melihat perhatian yang besar dari peserta pemilu, rakyat pun bergairah. Seorang tukang ojek misalnya, tak sungkan-sungkan bertanya ke kantor tim pemenangan. Mereka minta untuk selalu dilibatkan setiap kali ada kegiatan. Boleh pagi atau sore, boleh juga siang atau malam. Begitu pula sikap komponen rakyat lainnya yang bersedia berpartisipasi dalam perhelatan ini.

Pada akhirnya partisipasi semua pihak akan terlihat di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Di sana akan terlihat hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan. Apakah oleh pemerintah, KPU, peserta pemilu, dan rakyat sebagai pemilih. Di TPS pula, tersedia bilik temapat dilakukannya serah- terima mandat dari rakyat kepada wakilnya. Dan TPS pula secara simbolik menjadi ruang tempat rakyat merayakan harinya, hari demokrasi.

Tidak ada komentar: