Minggu, 30 November 2008

Kepahlawanan Natsir dan Pemilu 2009

Oleh : Husni Kamil Manik
Gelar Pahlawan Nasional telah diberikan Kepala Negara Republik Indonesia kepada DR.H.Mohammad Natsir Dt.Sinaro Panjang melalui keputusan Presiden Republik Indonesia No. 041/PK/2008. Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) telah menyematkan gelar tersebut kepada perwakilan keluarga Pak Natsir pada tanggal 7 November 2008 di Istana Negara.
Untuk memperoleh gelar pahlawanan nasional adalah tidak mudah, karena berpuluh tahun waktu telah dihabiskan untuk meyakinkan semua pihak yang berwenang bahwa Pak Natsir (begitu orang biasa menyapanya) dengan segenap sumbangsihnya pada negara sehingga layak dianugrahi gelar pahlawan nasional.
Terutama pemikiran Pak Natsir tentang pentingnya keutuhan bangsa ini melalui bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada saat di mana negara berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS), Pak Natsir menyampaikan pandangan Partai Masyumi di parlemen agar negara kembali kepada bentuk NKRI, pandangan ini kemudian lebih dikenal dengan nama mosi integral.
Selain untuk menghargai sumbangsih Pak Natsir untuk negara ini, sesungguhnya pada sosok Pak Natsir ada pemikiran, sikap dan perilaku yang pantas untuk diteladani oleh anak bangsa hari ini. Maka adalah sangat wajar pula, kalangan tertentu, seperti sahabat, murid, simpatisan, sanak-famili dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dengan serius dan terus menerus ikut melakukan sosialisasi tentang pentingnya gelar pahlawan bagi Pak Natsir.
Ketika gelar pahlawan nasional telah disandang Pak Natsir, maka sesungguhnya beliau telah menjadi milik bangsa ini. Semua anak bangsa yang tinggal dari Sabang sampai Maurauke, dari Talaud sampai Pulau Rote menjadi pemilik sah sosok Pak Natsir. Walaupun mereka terlahir dari berbagai suku Aceh hingga Papua, berbagai Agama dan Kepercayaan, dari berbagai latar belakang pendidikan dan tingkat kesejahteraan.
Konsekuensi lain gelar kepahlawanan yang sangat sederhana adalah foto Pak Natsir akan dipajang pada tempat-tempat tertentu di kantor pemerintahan dan sekolah-sekolah tanpa membedakan madrasah atau seminari. Foto Pak Natsir akan bersanding dengan foto-foto pahlawan nasional lainnya seperti Bung Karno, Bung Hatta, Kyai Ahmad Dahlan dan Kyai Hasyim As’ary.
Penempatan foto para pahlawan nasional di kantor, sekolah dan gedung lainnya berarti memberikan penghormatan pada mereka. Sampai saat ini belum ada yang berkeberatan apa lagi marah-marah.
Dan apabila pada saat sekarang ini pelaksanaan tahapan pemilu 2009 sedang berlangsung, kemudian partai-partai dengan berbagai ideologi : nasionalis, sosialis, Islam maupun non-Islam, yang merupakan bagian komponen bangsa ini mengusung foto Pak Natsir dalam berbagai kesempatan, maka tindakan tersebut adalah sesuatu yang perlu dimaknai sama dengan penghormatan yang dilakukan pada tempat-tempat seperti kantor, sekolah dan gedung lainnya.
Betapa membanggakan kalau saja pada saat kampanye Partai Damai Sejahtera (PDS) yang beridoelogi non-Islam mengusung foto, slogan dan pendapat Pak Natsir. Apalagi jika tindakan itu juga dilakukan oleh Partai Golkar, PDI-P, Partai Demokrat dan Partai Nasionalis lainnya, karena simpatasan Pak Natsir ada di berbagai partai tersebut. Bagaimana dengan partai berdasar dan berbasis ummat Islam. Tentu sangat tepat mereka dengan gencar ikut mensosialisasikan Pak Natsir, pemikiran, sikap dan perilakunya sehingga patut diteladani dalam kacah perpolitikan Indonesia.
Lebih dari sekedar mengusung foto Pak Natsir, ada baiknya partai-partai juga mensosialisasikan mosi integral Pak Natsir. Mosi integral tersebut sangat penting disosialisasikan kembali di tengah ancaman seperatisme yang dapat mencabik NKRI. Pemahaman mosi integral tersebut akan lebih lengkap apabila dihubungkan dengan pemikiran Pak Natsir pada Pergerakan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Di mana Pak Natsir menginginkan penyebaran kesejahteraan yang merata di seluruh wilayah Indonesia.
Di samping itu, kita juga perlu memahami perilaku santun dalam politik yang pernah dilakoni Pak Natsir. Ia berbeda pendapat dengan Bung Karno dan Pak Harto tapi ia tidak menghinakannya dan ia berbeda keyakinan dengan J.Kasimo tapi ia berteman akrab dengannya. Adalah sangat wajar, apabila berbagai partai politik akan menjadikan sosok Pak Natsir untuk menjadi rujukan dalam berkompetisi pada Pemilu 2009.
(Terbit pada Harian Padang Ekspres tanggal 11 Oktober 2008)

Tidak ada komentar: