Minggu, 01 Februari 2009

Caleg Terpidana

Oleh : Husni Kamil Manik
Setelah Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPR, DPD dan DPRD diputuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU), muncul masalah baru, yaitu persyaratan administrasi yang telah dilengkapi masing-masing calon pada saat pengajuan. Masalahnya adalah sang calon terlibat tindakan pidana yang melampaui batas toleransi undang-undang.
Adalah menjadi persyaratan bagi seorang bakal calon anggota DPR, DPD dan DPRD, untuk tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Sebagai bukti kelengkapan administrasi, bakal calon harus mendapatkan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) tentang tidak tersangkut perkara pidana dari Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat.
Pertanyaan kemudian muncul, bagaimana kelanjutan proses sang caleg pada pelaksanaan Pemilu? Apakah keberadaannya langsung dianulir dari DCT atau surat suara? Bagaimana pula kalau sang calon melakukan upaya hukum dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK)?
KPU melalui surat nomor : 111/15/I/2009, tertanggal 20 Januari 2009, menegaskan bahwa pengajuan PK terhadap tindak pidana yang ancaman hukumannya 5 (lima) tahun atau lebih, setelah putusan kasasi Mahkamah Agung (MA), sedangkan prosesnya dilakukan sebelum tanggal 17 Desember 2008, maka nama sang calon tetap tercantum dalam DCT dan surat suara.
Penetapan batasan waktu tanggal 17 Desember 2008, untuk pelaksanaan perubahan DCT, dimaksudkan agar proses tersebut tidak mengganggu kegiatan pencetakan dan pendistribusian surat suara. Sebagaimana yang telah direncanakan, setelah tanggal tersebut proses validasi surat suara dilakukan, dan selanjutnya dilaksanakan proses pencetakan dan pendistribusian.
Namun, apabila kemudian ternyata putusan PK menyatakan bahwa sang caleg terbukti melakukan tindak pidana, sementara putusannya diterbitkan sebelum hari dan tanggal pemungutan suara, maka melalui rapat pleno KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menyatakan bahwa sang calon tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon. Kemudian hasil rapat pleno tersebut disampaikan kepada PPK dan PPS agar nama sang caleg diinformasikan KPPS kepada pemilih bahwa sang caleg tidak lagi memenuhi syarat.
Tetapi, jika pengajuan PK dilakukan setelah tanggal 17 Desember 2008, sedangkan putusan kasasi MA menyatakan sang calon terbukti melakukan tindak pidana yang ancaman hukumannya 5 (lima) tahun atau lebih, maka nama sang caleg dicoret dari DCT dan tidak dicantumkan dalam surat suara.
Apabila putusan PK, menyatakan sang caleg tidak terbukti melakukan tindak pidana dan putusannya diterbitkan sebelum hari dan tanggal pemungutan suara, maka melalui rapat pleno KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota memutuskan sang caleg tetap dinyatakan tidak memenuhi syarat calon dan tetap tidak tercantum pada DCT dan surat suara.
Kebijakan ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 81 tahun 1981, pasal 268 ayat (1) yang menyatakan bahwa putusan PK tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan putusan kasasi.
Bagaimana jika calon yang telah masuk DCT, terkena status tersangka atau terdakwa pada tindak pidana dengan ancaman 5 (lima) tahun atau lebih? Sedangkan hingga pemungutan dan penghitungan suara putusan kasasi MA belum keluar.
Pada kasus ini, sang caleg masih tercantum dalam DCT dan surat suara. Jika sang caleg memperoleh suara, maka suara yang diperoleh masih diperhitungkan. Kenapa demikian? Sebab, perkara sang caleg belum memiliki kekuatan hukum yang tetap.
(Terbit pada Perspektif Edisi Minggu, Harian Padang Ekspres, 1 Februari 2009)

Tidak ada komentar: