Sabtu, 14 Februari 2009

Kotak Suara Metal, Efektif dan Efisien

Oleh : Husni Kamil Manik
Jika kotak suara pada Pemilu 1955 hingga 1997, umumnya terbuat dari kayu, sejak pelaksanaan Pemilu 2004, kotak suara telah diproduksi dengan bahan metal. Kotak suara yang terbuat dari kayu (papan atau triplek), diperuntukkan hanya satu kali pakai. Jadi, setelah pemungutan dan penghitungan suara usai, kotak suara pun selesai. KPU priode 2001-2007, beranggapan kondisi seperti ini merupakan pemborosan, dan harus diakhiri.
Pilihan kemudian, jatuh pada penggunaan kotak suara berbahan metal. Pilhan tersebut bertujuan untuk mencapai tingkat efektifitas dan efisiensi yang optimal.
Tujuan efektifitas kotak suara yang terbuat dari metal, telah teruji pada Pemilu 2004. Ketika proses pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara dilaksanakan, kotak suara tersebut dijadikan simbol akutanbilitas. Tidak hanya surat suara yang dimasukkan pada kotak suara, tetapi setelah penghitungan suara dilaksanakan, seluruh dokumen yang berisikan sertifikasi hasil penghitungan suara, dimasukkan pula ke dalam kotak suara.
Begitu tinggi akuntabilitas kotak suara. Apabila setiap dokumen, apakah surat suara atau sertifikasi berbentuk formulir penghitungan suara di berbagai tingkatan penghitungan suara. Jika telah masuk ke dalam kotak suara, maka proses pengeluarannya harus melalui acara resmi. Pelaksanaan acara resmi, hanya dapat dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu (KPU, PPK, PPS, KPPS), dengan disaksikan pengawas pemilu dan saksi peserta pemilu.
Tujuan efisiensi kotak suara berbahan metal juga tercapai. Rencana penggunaan kotak suara warisan Pemilu 2004, pada Pemilu 2009, membuktikan bahwa kotak suara dari bahan metal dapat digunakan berulang beberapa kali. Minimal satu kali, dan tidak tertutup kemungkinan lebih dari satu kali. Tujuan efisiensi pun tercapai.
Kotak suara merupakan salah satu perlengkapan pemungutan suara yang termasuk kategori logistik Pemilu. Kotak suara yang digunakan pada Pemilu 2004, dirancang untuk memuat surat suara pada satu unit Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berjumlah maksimal 300 pemilih. Sementara, untuk Pemilu 2009, kotak suara diperuntukkan maksimal 500 pemilih.
Untuk pemenuhan kebutuhan pelaksanaan pemungutan suara Pemilu 2009, KPU menerbitkan Peraturan KPU No. 27 tahun 2008 tentang Kotak Suara untuk Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Pada peraturan tersebut KPU menetapkan peruntukan, jenis, bentuk dan spesifikasi. Aturan ini, dijadikan pedoman dalam pengadaan tambahan kotak suara yang dibutuhkan.
Ketersedian kotak suara pada TPS, diperuntukkan dalam 4 (empat) keperluan, yaitu : kotak suara untuk surat suara Anggota DPR, kotak suara untuk surat suara Anggota DPD, kotak suara untuk surat suara Anggota DPRD Provinsi, kotak suara untuk surat suara Anggota DPRD Kabupaten/Kota.
Dengan jumlah TPS di Sumatera Barat 13.404 unit, kebutuhan kotak suara Pemilu 2009 di Sumatera Barat, mencapai 53.616 unit. Pada saat ini, inventaris kotak suara yang masih ada di gudang KPU Sumbar dan KPU Kabupaten/Kota se-Sumatera Barat adalah 46.917 unit. Berarti kekurangan kotak suara di Sumatera Barat adalah 7.266 unit.
Berdasarkan penganggaran biaya pengadaan kotak suara, untuk Pemilu 2009 yang ditetapkan KPU, harga satu unit kotak suara Rp.250.000. Sedangkan harga perkiraan sendiri (HPS) yang ditetapkan KPU Sumatera Barat adalah Rp.247.500.
Jika kotak suara yang tersedia dari inventaris Pemilu 2004, dikalikan harga HPS yang ditetapkan, maka diperoleh hasil pengalian tersebut sebesar Rp. 11.729.250.000,-(sebelas milyar tujuh ratus dua puluh Sembilan juta dua ratus lima puluh ribu rupiah). Sehingga, dapat dikatakan bahwa penggunaan kotak suara inventaris Pemilu 2004 di Sumatera Barat, hemat sekitar 12 milyar.
Meragukan Kapasistas Kotak Suara?
Menjelang pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara, 9 April 2009. KPU atau lembaga lain telah pernah beberapa kali melakukan simulasi pemungutan dan penghitungan suara. Tujuan utamanya adalah menguji tingkat pengetahuan masyarakat akan teknis pemungutan suara. Tapi sisi lain dari prosesi itu, juga diperhatikan. Misalnya, hubungan antara ukuran dan jumlah surat suara dengan kapasitas kotak suara.
Pada Pemilu 2009, jumlah pemilih pada satu TPS maksimal 500 orang. Berarti pada satu unit kotak suara akan diisi maksimal dengan 500 lembar surat suara. Belum termasuk kemungkinan pemilih tambahan dari TPS lain, yang surat suara cadangannya tersedia 2% dari jumlah pemilih atau 10 orang. Total maksimal surat suara yang akan dimasukkan ke dalam kotak suara adalah 510 lembar.
Keraguan muncul dari sejak tahapan memasukkan surat suara. Dengan memuat 38 partai politik, dan 120% jumlah calon yang ajukan pada masing-masing daerah pemilihan, maka KPU menetapkan ukuran satu lembar surat suara adalah 54 x 84 cm. Ukuran lembaran surat suara ini, setelah dilipat dalam 5 tahap, masih dianggap terlalu sempit untuk bisa masuk melalui lubang yang tersedia.
Ternyata tidak demikian faktanya. Saya telah mencoba sendiri memasukkan contoh lembar surat suara. Setelah terlipat sempurna, panjang lipatan surat suara hanya 13,5 cm. Sementara, panjang lubang kotak suara adalah 18 cm. Begitu pula dengan ketebalannya lipatan surat suara, lebih tipis dari lubang kotak suara.
Ukuran kotak suara Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 sama. Ukuran kotak suara dari bahan metal berkualitas baik adalah tinggi 60 cm, panjang 40 cm, lebar 40 cm, panjang celah/lubang pada tutup kotak suara 18 cm, lebar celah/lubang pada tutup kotak suara 1 cm, dan ketebalan 0,6 mm s/d 1 mm. Dengan ukuran demikian, diprediksikan akan mampu memuat 510 lembar surat suara.
(Terbit di Harian Umum Singgalang, 14 Februari 2009)

1 komentar:

HERDIYULIS Centre for LEGISLATIF 2009 mengatakan...

Sakam kenal dari kami.trims tas infonya melalui tulisannya.